Rabu, 11 April 2012

Asfiksia.Kep Anak II


TUGAS MAKALAH
KEPERAWATAN ANAK II
(Asfiksia)
Dosen Pembimbing : .....................................




Disusun oleh:

SUPRIYADI : 09060026

PSIK VI A


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2012


KATA PENGANTAR
           
            Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Keperawatan Anak tentang bayi dengan asfiksia

Makalah ini berisikan tentang informasi Pengertian asfiksia pada bayi baru lahir, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,klasifikasi, diagnosis, serta penatalaksanaan dan pencegahannya.

Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang bagaimana keperawatan anak  khususnya tentang bayi dengan asfksia.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi para mahasiswa Akademik Perawat dan pembaca. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.


Malang, 14  Maret  2012


          Penyusun


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  . Latar Belakang
Asfiksia neonaturium ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah (Hutchinson,1967).keadaan ini disertai dengan hipoksia,hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis.Hipoksia yang terdapat pada penderita Asfiksia ini merupakan fackor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Grabiel Duc,1971) .penilaian statistik dan pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukkan bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir.Hal ini dibuktikan oleh Drage dan Berendes (1966) yang mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan mmperlihatkan angka kematian yang tinggi.
Haupt(1971)memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan perdarahan pada bayi sebagai akibat hipoksia sangat tinggi.Asidosis,gangguan kardiovaskuler serta komplikasinya sebagai akibat langsung dari hipoksia merupakan penyebab utama kegagalan ini akan sering berlanjut menjadi sindrom gangguan pernafasan pada hari-hari pertama setelah lahir(james,1959).Penyelidikan patologi anatomis yang dilakukan oleh Larrhoce dan Amakawa(1971)Menunjukkan nekrosis berat dan difus pada jaringan otak bayi yang meninggal karena hipoksia.
1.2. Rumusan Masalah
v  Mengetahui Pengertian Asfiksia.
v  Mengetahui Tanda dan Gejala Asfiksia.
v  Mengetahui Faktor Penyebab Asfiksia.
v  Mengetahui Perjalanan Penyakit Asfiksia.
v  Mengetahui tentang penatalaksanaan Asfiksia.
v  Mengetahui tentang Problem tree dari Asfiksia.
v  Melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan Asfiksia.


1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1. Tujuan Umum
Setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat memahami apa yang dimaksud dengan Asfiksia dan hal-hal yang menyangkut asuhan keperawatannya.
1.3.2. Tujuan Umum
 Setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat :
v  Mengetahui Pengertian Asfiksia.
v  Mengetahui Tanda dan Gejala Asfiksia.
v  Mengetahui Faktor Penyebab Asfiksia.
v  Mengetahui Perjalanan Penyakit Asfiksia.
v  Mengetahui tentang penatalaksanaan Asfiksia.
v  Mengetahui tentang Problem tree dari Asfiksia.
v  Melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan Asfiksia
1.4. Sistematika Penulisan
Dalam pembuatan makalah kali ini, kami menggunakan metode kepustakaan atau literatur.







BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Definisi
Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga dapat menurunkan O2 dan mungkin meningkatkan C02 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut.
Asfiksia adalah keadaan yang disebabkan oleh karena otak mengalami hipoksemia dan hiperkarbia, selanjutnya dapat menyebabkan oedema otak dan bermacam-macam gangguan sirkulasi, secaraklinis ditandai dengan skor Apgar rendah dan asidosis. (TaslimS,NeurologiAnak).
Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan bayi barulahir yang tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. (Mochtar, 1989). Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998). Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000).
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2001).
2.2. JENIS ASFIKSIA
Ada dua macam jenis asfiksia, yaitu :
1. Asfiksia livida (biru).
2. Asfiksia pallida (putih).

2.3. KLASIFIKASI ASFIKSIA BERDASARKAN NILAI APGAR
a.  Asfiksia Ringan
Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
b.  Asfiksia Sedang
Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi detak jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
c.  Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada, pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung  fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum  pemeriksaan fisik sama asfiksia berat (Kamarullah,2005).
2.4.  Cara menilai tingkatan APGAR score
Cara menilai tingkatan apgar score menurut Utomo (2006) adalah dengan :
a.  Menghitung frekuensi jantung.
b.  Melihat usaha bernafas.
c.   Menilai tonus otot.
d.   Menilai reflek rangsangan.
e.   Memperlihatkan warna kulit.
Di bawah ini adalah tabel untuk menentukan tingkat derajat asfiksia yang dialami bayi:
Tabel 2 .1  Nilai APGAR.
Tanda
0
1
3
·      Detak jantung
Tidak ada
< 100x/menit
> 100x/menit
·      Pernafasan
Tidak ada
Tidak teratur
Menangis kuat
·      Tonus otot
Lunglai
Fleksi ekstermitas (lemah)
Fleksi kuat
Gerakan aktif
·      Reflek saat jalan nafas  dibersihkan

Tidak ada
Menyeringai
Batuk/bersin
·      Warna kulit
Biru/pucat
Tubuh kemerahan
Ekstermitas biru
Merah seluruh tubuh

Nilai 0-3   : Asfiksia berat
Nilai 4-6   : Asfiksia sedang
Nilai 7-10 : Ringan/ bisa dianggap Normal
            Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit  masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan  menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor Apgar) Sumber : Utomo, (2006).
Menurut Mochtar (1998) asfiksia dibedakan menjadi 2 macam yaitu :
a.     Asfiksia livida (biru)
b.     Asfiksia Pallida (putih)
Tabel 2.2. Perbedaan  antara asfiksia  livida dan asfiksia pallida
Perbedaan
Asfiksia livida
Asfiksia Pallida
Warna kulit
Tonus otot
Reaksi rangsangan
Bunyi jantung
Prognosis
Kebiru-biruan
Masih baik
Positif
Masih teratur
Lebih baik
Pucat
Sudah kurang
Negatif
Tidak teratur
jelek
Asfiksia livida lebih baik dari pada asfiksia pallida, prognosis tergantung pada kekurangan O2 dan luasnya perdarahan dalam otak. Bayi yang dalam keadaan asfiksia dan pulih kembali harus di pikirkan kemungkinannya  menderita cacat mental seperti epilepsi dan bodoh pada masa mendatang.
2.5.  Etiologi
Asfiksia janin atau neonatus akan terjadi jika terdapat gangguan perlukaran gas atau pengangkutang O2 dari ibu kejanin. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sehagian asfiksia bayi baru lahir menyebabkan kecacatan pada janin, karena itu penilaian janin selama kehamilan dan persalinan. memegang peran penting untuk keselamatan bayi atau kelangsungan hidup yang sempurna tanpa gejala sisa.
Pengolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi terdiri dari:
1. Faktor Ibu
a. Hipoksia ibu Terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anestesia dalam. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin.
b. Gangguan aliran darah uterus Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan kejanin. Hal ini sering ditemukan pada :
·         Ganguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani uterus akibat penyakit atau obat.
·         Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan.
·         Hipertensi pada penyakit akiomsia dan lain-lain.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. .Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain-lain.
3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pcmbuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan : tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher kompresi tali pusat antar janin dan jalan lahir dan lain-lain.
4. Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena
1.      Pemakaian obat anestesia/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin.
2. Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarah intrakranial. Kelainan konginental pada bayi, misalnya hernia diafrakmatika atresia/stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain.
2.6. Patofisiologi
Setiap bayi baru lahir selalu mengalami keadaan hipoksia, dan karena hipoksia itu akan merangsang bayi untuk berusaha bernapas. Tetapi bila bayi tidak menunjukkan usaha bernapas hipoksia itu berlanjut sampai ke keadaan yang parah. Hipoksia janin itu sendiri dipengaruhi oleh faktor ibu, fetus, plasenta, neonatus, dan resiko.
Hipoksia pada ibu akan mengakibatkan gangguan aliran plasenta sehingga terjadi penurunan aliran O2 ke janin sehingga janin akan mengalami hipoksia. Untuk faktor fetus hipoksia janin terjadi akibat kompresi tali pusat sehingga terjadi gangguan aliran darah umbilikus pada janin. Sedangkan untuk faktor plasenta terjadi insufisiensi plasenta yang menyebabkan penurunan aliran O2 ke janin. Anastesi yang diberikan secara berlebihan pada waktu proses persalinan dan trauma yang dialami bayi sewaktu persalinan (partus lama dan partus tindakan) akan mengakibatkan depresi susunan saraf pusat pada janin. Sehingga akan terjadi kekacauan pada SSP dalam memberikan impuls kepada organ pernapasan dan berakibat gangguan fungsi organ pernapasan. Udara yang dihirup akan mengandung bakteri, virus maupun benda-benda asing yang semestinya tidak ikut masuk ke organ pernapasan untuk itu organ-organ pernapasan atas akan melakukan kompensasi dengan mengeluarkan lendir atau mukus, tetapi karena terjadinya kerusakan organ-organ pernapasan terjadilah produksi lendir yang berlebih sehingga akan mengakibatkan penumpukan mukus atau lendir. Hal ini akan menurunkan kadar O2 yang seharusnya diterima janin secara normal (terjadilah hipoksia janin). Untuk faktor resiko diakibatkan karena gizi buruk pada ibu sehingga mempengaruhi penurunan kadar Hb dalam darah ibu. Karena Hb yang berfungsi mengikat O2 menurun mengakibatkan O2 dalam darah ibu berkurang, hal ini mengakibatkan sirkulasi O2 dan nutrisi dari ibu ke janin terganggu, pada akhirnya terjadi penurunan IVGR dan hipoksia janin. Dalam hal ini terjadi pula kematuran paru yang mengakibatkan ekspansi paru belum maksimal sehingga terjadi kelemahan-kelemahan otot pernapasan yang berakibat hipoksia janin.
Hipoksia janin mengakibatkan perfusi jaringan yang berakhir pada kematian jaringan. Selain itu hipoksia janin mengakibatkan metabolisme anaerob sehingga terjadi akumulasi asam laktat, hal itu akan membuat bayi mengalami asidosis yang akan berakibat pada asfiksia. Hipoksia janin juga akan menstimulasi nevus vagus saraf simpatis yang akan mengaktifkan kontraksi otot polos kolon. Sehingga janin mengalami defakasi intrauterin yang akan membuat air ketuban berwarna hijau. Pada saat janin melakukan aspirasi intrapartum air ketuban yang terkontaminasi oleh tinja tersebut akan ikut masuk ke dalam sistem pernapasan janin yang berakibat janin mengalami asfiksia.
Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnoe I disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menujukkan usaha nafas, dan kemudian diikuti pernapasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat, usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada pada periode apnoe yang ke II. Apabila perawatan yang dilakukan berhasil bayi akan menunjukkan usaha bernapas, tetapi jika tidak bayi akan mati.

2.7. Pohon masalah


 



2.8. Manifestasi Klinis
Asfiksia biasanya merupakan akibat dari hipoksi janin yang menimbulkan tanda:
Ø DJJ lebih dari 1OOx/mnt/kurang dari lOOx/menit tidak teratur
Ø Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala
Ø Apnea
Ø Pucat
Ø Sianosis
Ø  Penurunan terhadap stimulus.
2.9. Diagnosis
Menurut Wiknjosastro (2005) diagnosis asfiksia adalah sebagai berikut:
a.       DJJ
Keadaan di mana denyut jantung  janin frekuensi turun sampai di bawah 100/menit di luar his, atau denyut jantung tidak teratur elektro kardiogram janin digunakan untuk terus menerus  mengawasi jantung janin.
b.      Mekonium dalam air ketuban
Terdapatnya mekonium pada presentasi kepala, menunjukkan gangguan oksigenasi, dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan.
c.       Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop diambil contoh darah janin, adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Bila pH turun sampai di bawah 7,2 merupakan tanda bahaya bagi janin.
2.10. Komplikasi
       Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
1.      Edema otak & Perdarahan otak Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
2. Anuria atau oliguria Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
3. Kejang Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
4. Koma Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
Komplikasi pada berbagai organ yakni meliputi :
1.  Otak : Hipokstik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis
2.  Jantung dan paru: Hipertensi pulmonal persisten pada neonatorum, perdarahan paru,  edema paru.
3.  Gastrointestinal: enterokolitis, nekrotikans
4.  Ginjal: tubular nekrosis akut
5.   Hematologi
2.10. Pencegahan Asfiksia
1.      Menghilangkan / meminimalkan faktor resiko penyebab asfiksia
2.      Dengan pengenalan/penanganan sedini mungkin
3.      memantau secara baik dan teratur denyut jantung bayi selama proses persalinan
4.      mengatur posisi tubuh untuk memberi rasa nyaman bagi ibu
5.      mencegah gangguan sirkulasi utero-plasenter terhadap bayi
6.      mengajarkan  teknik meneran dan bernapas yang menguntungkan bagi ibu dan bayi
7.      setiap kelahiran harus dihadiri oleh paling tidak seorang tenaga terlatih dalam resusitasi neonatus, hal ini untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Catatan:
Bila terjadi asfiksia,maka lakukan upaya untuk menjaga agar tubuh bayi tetap hangat, menempatkan bayi dalam posisi yang tepat, penghisapan lendir secara benar, memberikan rangsangan taktil dan melakukan pernapasan buatan (bila perlu). Berbagai upaya tersebut dilakukan untuk mencegah asfiksia, serta dapat  memberikan pertolongan secara tepat dan adekuat bila terjadi asfiksia dan mencegah hipotermia.
2.11. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan bayi baru lahir dengan asfiksia menurut Wiknjosastro (2005) adalah sebagai berikut :
A.   Tindakan umum
1)   Pengawasan suhu
Bayi baru lahir secara relatif kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan suhu tubuh, sehingga dapat mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan oksigen meningkat, perlu diperhatikan untuk menjaga kehangatan suhu BBL dengan :
a)    Mengeringkan bayi dari cairan ketuban dan lemak.
b)    Menggunakan sinar lampu untuk pemanasan luar.
c)    Bungkus bayi dengan kain kering.
2)   Pembersihan jalan nafas
Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan cairan amnion, kepala bayi harus posisi lebih rendah sehingga memudahkan keluarnya lendir.
3)   Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan
Rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan dengan memukul kedua telapak kaki bayi, menekan tendon achilles atau memberikan suntikan vitamin K. Hal ini berfungsi memperbaiki ventilasi.
B.   Tindakan khusus
1)   Asfiksia berat (nilai apgar 0-3)
Resusitasi aktif dalam hal ini harus segera dilakukan yaitu dengan :
a)    Memperbaiki ventilasi paru-paru dengan memberikan O2 secara langsung dan berulang atau dengan melakukan intubasi endotracheal dan O2 dimasukkan dengan tekanan tidak lebih dari 30 ml. Hal ini mencegah terjadinya iritasi paru berlebihan sehingga dapat terjadi ruptur aveoli. Tekanan positif ini dilakukan dengan meniupkan udara ke dalam kateter dari mulut ke pipa atau ventilasi kantong ke pipa.
b)   Memberikan natrikus bikarbonat dengan dosis 2-4 mEQ/kg BB
c)    Masase jantung dikerjakan dengan melakukan penekanan diatas tulang dada secara teratur 80-100 x/mnt. Tindakan ini berselingan dengan nafas buatan, yaitu setiap 5 x masase diikuti 1x pemberian nafas. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan kemungkinan timbulnya komplikasi pneumotoracks jika  tindakan ini dilakukan bersamaan.
d)    Memberikan obat-obatan 1/10.000 andrelin dengan dosis 0,5-   1 cc secara intravena (sebegai obat inotropik) dan kalsium glukonat 50-100 mm/kg BB secara intravena, untuk meningkatkan frekuensi jantung.
2)   Asfiksia sedang (Nilai Apgar 4-6)
Dilakukan rangsangan untuk menimbulkan reflek pernafasan dengan :
a)  Melakukan rangsangan 30-60 detik setelah penilaian APGAR   1 menit.
b)  Melakukan nafas buatan dengan memasukkan pipa ke dalam hidung, O2 dialirkan dengan kecepatan 1-2 liter/menit. Bayi diletakkan dengan kepala dalam dorsofleksi, dilakukan dengan membuka dan menutup lubang hidung dan mulut disertai dengan menggerakkan dagu ke atas dan kebawah dalam frekuensi 20 x/ menit.
c)   Melakukan pernafasan mulut ke mulut yag seharusnya dalam mulut bayi dimasukkan pharingeal airway yang berfungsi mendorong pangkal lidah ke depan, sebelum mulut penolong diisi O2 sebelum peniupan, peniupan dilakukan secara teratur dengan frekuensi 20-30 x/menit.
C.   Tindakan lain dalam resusitasi
1)    Pengisapan cairan lambung dilakukan pada bayi-bayi tertentu yaitu pada bayi prematur, sebelumnya bayi mengalami gawat janin, pada ibu yang mendapatkan anastesia dalam persalinan.
2)    Penggunaan obat Nalorphin diberikan pada bayi yang disebabkan oleh penekanan pernafasan akibat morfin atau petidin yang diberikan selama proses persalinan.
Menurut Hidayat (2005), Cara pelaksanaan resusitasi sesuai tingkatan asfiksia, antara lain :
a.       Asfiksi Ringan (Apgar score 7-10)
Caranya:
1. Bayi dibungkus dengan kain hangat
2. Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian mulut
3. Bersihkan badan dan tali pusat.
4. Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan ke dalam inkubator.
b.    Asfiksia sedang (Apgar score 4-6)
Caranya :
1. Bersihkan jalan napas.
2. Berikan oksigen 2 liter per menit.
3. Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belu ada reaksi,bantu pernapasan dengan melalui masker (ambubag).
4. Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium bikarbonat 7,5%sebanyak 6cc.Dextrosa 40% sebanyak 4cc disuntikan melalui vena umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah tekanan intra kranial meningkat.
c.    Asfiksia berat (Apgar skor 0-3)
1.  Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui ambubag.
2.  Berikan oksigen 4-5 liter per menit.
3.  Bila tidak berhasil lakukan ETT.
4.  Bersihkan jalan napas melalui ETT.
5.  Apabila bayi sudah mulai benapas tetapi masih sianosis berikan natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc.












BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA BAYI DENGAN ASFIKSIA
3.1. PENGKAJIAN
1. Sirkulasi
v  Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
v  Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
v  Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
v  Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
2.    Eliminasi
v Dapat berkemih saat lahir.
3.    Makanan/ cairan
v Berat badan : 2500-4000 gram
v Panjang badan : 44-45 cm
v Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
4.    Neurosensori
v  Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
v  Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
v  Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang)
5.    Pernafasan
Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10.
v Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
v Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
6.    Keamanan
v Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan distribusi tergantung pada usia gestasi).
v Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal)
3.2. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
v  PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat rendah menunjukkan asfiksia bermakna.
v  Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%.
v  Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigen-antibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik.
3.3. PRIORITAS KEPERAWATAN
v  Meningkatkan upaya kardiovaskuler efektif.
v  Memberikan lingkungan termonetral dan mempertahankan suhu tubuh.
v  Mencegah cidera atau komplikasi.
v  Meningkatkan kedekatan orang tua-bayi.
3.4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
I.   Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
II.  Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
III. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan    pada agen-agen infeksius.
V.  Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
VI. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.
3.5. INTERVENSI
DP I. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan jalan nafas lancar.
NOC I : Status Pernafasan : Kepatenan Jalan Nafas.
Kriteria Hasil :
1.      Tidak menunjukkan demam.
2.      Tidak menunjukkan cemas.
3.      Rata-rata repirasi dalam batas normal.
4.      Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.
5.      Tidak ada suara nafas tambahan.
NOC II : Status Pernafasan : Pertukaran Gas
Kriteria Hasil :
1. Mudah dalam bernafas.
2. Tidak menunjukkan kegelisahan.
3. Tidak adanya sianosis.
4. PaCO2 dalam batas normal.
5. PaO2 dalam batas normal.
6. Keseimbangan perfusi ventilasi
Keterangan skala :
1        Selalu Menunjukkan
2        Sering Menunjukkan
3        Kadang Menunjukkan
4        Jarang Menunjukkan
5        Tidak Menunjukkan
NIC I : Suction jalan nafas
Intevensi :
1.      Tentukan kebutuhan oral/ suction tracheal.
2.      Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction .
3.      Beritahu keluarga tentang suction.
4.      Bersihkan daerah bagian tracheal setelah suction selesai dilakukan.
5.      Monitor status oksigen pasien, status hemodinamik segera sebelum, selama dan sesudah suction.
NIC II : Resusitasi : Neonatus
1.      Siapkan perlengkapan resusitasi sebelum persalinan.
2.      Tes resusitasi bagian suction dan aliran O2 untuk memastikan dapat berfungsi dengan baik.
3.      Tempatkan BBL di bawah lampu pemanas radiasi.
4.      Masukkan laryngoskopy untuk memvisualisasi trachea untuk menghisap mekonium.
5.      Intubasi dengan endotracheal untuk mengeluarkan mekonium dari jalan nafas bawah.
6.      Berikan stimulasi taktil pada telapak kaki atau punggung bayi.
7.      Monitor respirasi.
8.      Lakukan auskultasi untuk memastikan vetilasi adekuat.


DP II. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pola nafas menjadi efektif.
NOC : Status respirasi : Ventilasi
Kriteria hasil :
1.      Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.
2.      Ekspansi dada simetris.
3.      Tidak ada bunyi nafas tambahan.
4.      Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.
Keterangan skala :
1.      Selalu Menunjukkan
2.      Sering Menunjukkan
3.      Kadang Menunjukkan
4.      Jarang Menunjukkan
5.      Tidak Menunjukkan
NIC : Manajemen jalan nafas
Intervensi :
1) Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan pengisapan lender.
2) Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan.
3) Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi.
4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD dan pemakaian alan bantu nafas
5) Siapkan pasien untuk ventilasi mekanik bila perlu.
6) Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan.

DP III. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pertukaran gas teratasi.
NOC : Status respiratorius : Pertukaran gas
Kriteria hasil :
1. Tidak sesak nafas
2. Fungsi paru dalam batas normal
Keterangan skala :
1.    Selalu Menunjukkan
2.    Sering Menunjukkan
3.    Kadang Menunjukkan
4.    Jarang Menunjukkan
5.    Tidak Menunjukkan
NIC : Manajemen asam basa
Intervensi :
1) Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi sputum.
2) Pantau saturasi O2 dengan oksimetri
3) Pantau hasil Analisa Gas Darah
DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan risiko cidera dapat dicegah.
NOC : Pengetahuan : Keamanan Anak.
Kriteria hasil :
1. Bebas dari cidera/ komplikasi.
2. Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak.
3. Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama.
Keterangan Skala :
1.    Tidak sama sekali
2.    Sedikit
3.    Agak
4.    Kadang
5.    Selalu
NIC : Kontrol Infeksi
Intervensi :
1. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah merawat bayi.
2. Pakai sarung tangan steril.
3. Lakukan pengkajian fisik secara rutin terhadap bayi baru lahir, perhatikan pembuluh darah tali pusat dan adanya anomali.
4. Ajarkan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan melaporkannya pada pemberi pelayanan kesehatan.
5. Berikan agen imunisasi sesuai indikasi (imunoglobulin hepatitis B dari vaksin hepatitis B bila serum ibu mengandung antigen permukaan hepatitis B (Hbs Ag), antigen inti hepatitis B (Hbs Ag) atau antigen E (Hbe Ag).
DP V. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan suhu tubuh normal.
NOC I : Termoregulasi : Neonatus
Kriteria Hasil :
1. Temperatur badan dalam batas normal.
2. Tidak terjadi distress pernafasan.
3. Tidak gelisah.
4. Perubahan warna kulit.
5. Bilirubin dalam batas normal.
Keterangan skala :
1.    Selalu Menunjukkan
2.    Sering Menunjukkan
3.    Kadang Menunjukkan
4.    Jarang Menunjukkan
5.    Tidak Menunjukkan
NIC I : Perawatan Hipotermi
Intervensi :
1. Hindarkan pasien dari kedinginan dan tempatkan pada lingkungan yang hangat.
2. Monitor gejala yang berhubungan dengan hipotermi, misal fatigue, apatis, perubahan warna kulit dll.
3. Monitor temperatur dan warna kulit.
4. Monitor TTV.
5. Monitor adanya bradikardi.
6. Monitor status pernafasan.
NIC II : Temperatur Regulasi
Intervensi :
1. Monitor temperatur BBL setiap 2 jam sampai suhu stabil.
2. Jaga temperatur suhu tubuh bayi agar tetap hangat.
3. Tempatkan BBL pada inkubator bila perlu.
DP VI. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan koping keluarga adekuat.
NOC I : Koping keluarga
Kriteria Hasil :
1. Percaya dapat mengatasi masalah.
2. Kestabilan prioritas.
3. Mempunyai rencana darurat.
4. Mengatur ulang cara perawatan.
Keterangan skala :
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakuka
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NOC II : Status Kesehatan Keluarga
Kriteria Hasil :
1. Status kekebalan anggota keluarga.
2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan.
3. Akses perawatan kesehatan.
4. Kesehatan fisik anggota keluarga.
Keterangan Skala :
1.    Selalu Menunjukkan
2.    Sering Menunjukkan
3.    Kadang Menunjukkan
4.    Jarang Menunjukkan
5.    Tidak Menunjukkan
NIC I : Pemeliharaan proses keluarga
Intervensi :
1. Tentukan tipe proses keluarga.
2. Identifikasi efek pertukaran peran dalam proses keluarga.
3. Bantu anggota keluarga untuk menggunakan mekanisme support yang ada.
4. Bantu anggota keluarga untuk merencanakan strategi normal dalam segala situasi.
NIC II : Dukungan Keluarga
Intervensi :
1. Pastikan anggota keluarga bahwa pasien memperoleh perawat yang terbaik.
2. Tentukan prognosis beban psikologi dari keluarga.
3. Beri harapan realistik.
4. Identifikasi alam spiritual yang diberikan keluarga.
3.6. EVALUASI
DP I. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
NOC I
Kriteria Hasil :
1. Tidak menunjukkan demam.(skala 3)
2. Tidak menunjukkan cemas.(skala 3)
3. Rata-rata repirasi dalam batas normal.(skala 3)
4. Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.(skala 3)
5. Tidak ada suara nafas tambahan.(skala 3)
NOC II
Kriteria Hasil :
1. Mudah dalam bernafas.(skala 3)
2. Tidak menunjukkan kegelisahan.(skala 3)
3. Tidak adanya sianosis.(skala 3)
4. PaCO2 dalam batas normal.(skala 3)
5. PaO2 dalam batas normal.(skala 3)
DP II. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.
Kriteria hasil :
1. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.(skala 3)
2. Ekspansi dada simetris.(skala 3)
3. Tidak ada bunyi nafas tambahan.(skala 3)
4. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.(skala 3)
DP III. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
Kriteria hasil :
1. Tidak sesak nafas.(skala 3)
2. Fungsi paru dalam batas normal.(skala 3)
DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
1. Bebas dari cidera/ komplikasi.(skala 4)
2. Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak.(skala 4)
3. Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama.(skala 4)
DP V. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
NOC I
Kriteria Hasil :
1. Temperatur badan dalam batas normal.(skala 3)
2. Tidak terjadi distress pernafasan. (skala 3)
3. Tidak gelisah. (skala 3)
4. Perubahan warna kulit. (skala 3)
5. Bilirubin dalam batas normal. (skala 3)
NOC II
Kriteria Hasil :
1. Status kekebalan anggota keluarga. (skala 3)
2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan. (skala 3)
3. Akses perawatan kesehatan. (skala 3)
4. Kesehatan fisik anggota keluarga. (skala 3)
DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
NOC I
Kriteria Hasil :
1. Percaya dapat mengatasi masalah. (skala 3)
2. Kestabilan prioritas. (skala 3)
3. Mempunyai rencana darurat. (skala 3)
4. Mengatur ulang cara perawatan. (skala 3)
NOC II
Kriteria Hasil :
1. Status kekebalan anggota keluarga. (skala 3)
2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan. (skala 3)
3. Akses perawatan kesehatan. (skala 3)
4. Kesehatan fisik anggota keluarga.


BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga dapat menurunkan O2 dan mungkin meningkatkan C02 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut.
4.2. Saran
Semoga Makalah ini dapat berguna bagi penyusun dan pembaca. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk pengerjaan berikutnya yang lebih baik, namun sebelum memberi kritik dan saran sebaiknya pembaca telah memiliki atau mencari buku panduan hal ini semata-mata demi kemajuan ilmu pengetahuan.












DAFTAR PUSTAKA
1. Prof. Dr. Hanifa Winkjosastro, SpOG. Ilmu Kebidanan Edisi Ke 3. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo, Jakarta. 2007
2. Setiawan S.Kp Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Penerbit Buku Kedokteran. Cetakan I. 1998. EGC.
3. Dr. Rusepno Hassan Dkk. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Infomedika Jakarta 1985.
4. Carpenito. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
5. Hassan, R dkk. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak


Tidak ada komentar:

Posting Komentar